Senin, 17 September 2018

Renungan Alkitab Kejadian 13:1-18

Memilih Untuk Mengalah – Kejadian 13 : 1 – 18
Setelah Abram dan Lot kembali dari Mesir mereka kembali menetap di negeri Kanaan. Tidak lama kemudian timbul hal hal yang tak diharapkan diantara mereka.
Ada dua hal yang tidak terhindarkan bagi Abram :
1. Perselisihan (conflict)
2. Keputusan (decision)
Kisah ini dimulai Pada waktu Abram disuruh pergi dari Mesir oleh Firaun, negeri Kanaan masih mengalami kemarau. Dengan kata lain, tanahnya masih belum cukup untuk menyediakan rumput bagi kambing-domba Abram dan Lot. Akhirnya terjadilah perselisihan diantara para gembala Lot dan Abram, untuk memperebutkan rumput-rumput dan air dari sungai yang mengalir. Untuk menghindari perkelahian Abram harus segera mengambil keputusan, sebelum persoalan yang ada menjadi semakin tajam.
Ketika Abram sampai kepada keputusan, ia meminta supaya Lot terlebih dahulu untuk memilih.
Abram mempersilahkan Lot untuk memilih bagian tanah yang dianggap baik menurutnya. Lot memilih lembah Yordan yang terlihat sangat baik. Abram-pun mengalah dan menetap di tanah bagian lainnya yaitu di Kanaan.
Kejadian 13:11 “Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah.”
Kita semua tahu bahwa pada akhirnya tempat yang dipilih oleh Lot dimusnahkan oleh Tuhan, yaitu Sodom & Gomora. Secara kasat mata mungkin Abram hanya mendapat tanah sisa dan terlihat tidak sebaik lembah Yordan yang banyak airnya. Tetapi Abram rela untuk mengalah dan menjauhi pertengkaran.
Ada beberapa hal yang membuat Lot memilih terlebih dahulu:
-          Abraham mengasihi Lot (Kej.18: 22- 33)
-          Abraham mengetahui bahwa Lot diberkati oleh karena dia (Kej 12: 3).
-          Abraham lebih memilih untuk memelihara kesatuan daripada kekayaan (Kej. 13: 7b)
-          Lot memiliki kesempatan yang baik untuk memilih menurut keinginanya dan kepentinganya. 

Dan kita melihat bahwa justru Tuhan memberikan yang terbaik bagi Abram
( Kej 13 : 14, 15 ). Ada saat saat tertentu dimana Tuhan menuntut kita untuk mengalah dan menyerahkan segalanya kepada Allah. Disaat kita memilih untuk mengalah, maka kita akan belajar dan melihat bagaimana Tuhan berkerja dengan luar biasa dalam kehidupan kita. Kita akan melihat pembelaan Tuhan bagi kita
1. Mengalah itu indah. Kita tidak harus selalu bersandar kepada kesempatan. Kesempatan yang baik itu tentu harus digunakan dengan baik untuk kepentingan bersama
2. Jangan mementingkan diri sendiri tetapi pikirkan juga kepentingan orang lain. Kasih itu tidak mementingkan diri sendiri.
Selalu didalam mengambil keputusan, motivasi kita harus baik. 
4. Didalam kekalahan, kita akan menuai kemenangan.
logo pkb gmim_efrata uwuran dua
cth desain kaos PELSUS GMIM Efrata 

Kamis, 13 September 2018

Selasa, 14 Agustus 2018

Perjanjian Yonatan dan Daud

Devotion from 1 Samuel 20:1-17
Narasi ini mengisahkan bagaimana Daud berada dalam posisi tertekan. Dia harus hidup dalam pelarian meskipun tidak memiliki kesalahan apa-apa. Inilah pembentukan Allah bagi orang-orang besar yang akan Dia bangkitkan. Daud difitnah dan terusir tanpa melakukan pelanggaran apa pun. Dia tersingkir dari rumahnya dan dia tidak tahu harus berada di mana untuk melanjutkan hidupnya. Terkadang kita membaca kisah hidup di Alkitab dengan cara yang begitu enteng sehingga kita gagal merenungkan kesulitan setiap kisah hidup yang dipaparkan oleh Alkitab. Mazmur-mazmur yang terindah dari Daud ditulis ketika dia berada dalam pelarian dari Saul. Tetapi sebelum Daud benar-benar harus melarikan diri, dia ingin memastikan lebih dulu apakah Saul benar-benar ingin membunuh dia atau, sebagaimana sebelumnya, niat itu sudah hilang dari Saul. Apalagi Yonatan memastikan bahwa ayahnya tidak lagi berniat membunuh Daud (mungkin karena ayahnya sudah bersumpah di 19:6). Maka Daud menemukan cara untuk mengetahui apakah Saul masih ingin membunuh dia atau tidak. Daud mengusulkan pada perayaan bulan baru (perayaan ucapan syukur bulanan di mana korban dipersembahkan, lihat Bil. 10:10) Yonatan mengatakan kepada Saul bahwa dia sudah mengizinkan Daud untuk pulang ke Betlehem karena ada persembahan korban tahunan (1Sam. 1:21). Jikalau Saul marah, berarti memang dia ingin membunuh Daud. Jika tidak maka sebenarnya Daud tidak perlu takut. Perhatikan kata-kata yang dipakai Daud pada ayat 7 dan 8 di mana Daud menyatakan diri sebagai hamba yang sedang memohon bukan karena dia telah bersalah, melainkan karena dia ingin dibunuh tanpa alasan. Daud mengatakan bahwa kalau dia bersalah, dia tidak akan memohon-mohon untuk bisa dibiarkan lari. Dia minta Yonatan saja yang membunuh dia bila memang dia bersalah. Daud meminta pertimbangan yang wajar dari Yonatan, yaitu jika seorang bersalah maka dia harus dihukum, tetapi jika tidak maka dia tidak seharusnya dihukum. Daud tidak mengatakan, “ayolah, bukankah engkau sudah seperti saudaraku sendiri? Bukankah engkau mengasihi aku? Carilah cara untuk membebaskan aku dari ayahmu…” tetapi dia mengatakan “kalau aku bersalah bunuhlah aku, kalau tidak, bukankah tidak seharusnya aku mati?” Prinsip keadilanlah yang Daud tuntut, bukan budaya koneksi dan relasi. Budaya yang memanfaatkan kenalan demi melanggar hukum adalah budaya pengecut. Tetapi orang yang mempertahankan prinsip keadilan akan berkata, jika aku memang bersalah maka aku siap dihukum (ay. 8).
Jawaban Yonatan pada ayat 9 dan seterusnya menunjukkan bahasa yang begitu penuh keakraban. Dia tidak merasa sedang berbicara kepada bawahannya. Bahkan ketika mengikat perjanjian dengan Daud dia melakukannya dengan iman yang sama dengan 1 Samuel 18:4, yaitu bahwa Daudlah yang akan menjadi raja. Perhatikanlah cara Yonatan meminta dalam ayat 14-16. Dia memohon supaya Daud tidak memusnahkan keturunannya. Orang yang sedang dalam pelarian ini suatu saat akan menentukan hidup matinya keturunan Yonatan. Ini telah dilihat oleh Yonatan. Maka jikalau sebelumnya Daud yang memohon belas kasihan agar dia selamat dari tangan Saul, pada ayat 15 dan 16 ganti Yonatan yang memohon belas kasihan bagi keturunannya kepada Daud. Inilah yang dapat kita lihat dari iman Yonatan. Demikian besar anugerah Tuhan sehingga dari seorang keturunan Saul terdapat yang begitu agung jiwanya dan besar imannya. Iman berarti melihat apa yang Tuhan lihat, bukan apa yang manusia lihat. Jika kita melihat dari sudut pandang manusiawi, maka kita akan merasa heran, mengapa ada seorang anak raja memohon belas kasihan seorang pelarian yang sedang dikejar-kejar oleh raja untuk dibunuh? Tetapi Yonatan tidak melihat dari cara dunia melihat. Yonatan melihat dari sudut pandang iman. Dia sedang melihat kepada sang raja dan dia sendiri melihat dirinya dan keturunannya sebagai golongan yang kemungkinan akan disingkirkan oleh sang raja bila dia bertakhta. Bahkan Yonatan mengatakan “kiranya Tuhan menyertai engkau seperti Dia menyertai ayahku dahulu” (ay. 13). Dia telah tahu bahwa Tuhan sekarang menyertai Daud dan telah undur dari Saul. Betapa bahagianya jika kita memiliki cara memandang yang sedemikian. Melihat apa yang Tuhan lihat, bukan apa yang dunia lihat. Siapa yang Tuhan hargai? Aktor Hollywood yang terkenal atau misionaris yang memberitakan Injil di pedalaman yang tidak pernah didengar sebelumnya? Mata dunia memandang kepada para selebriti itu, tetapi mata rohani orang beriman mengetahui penghargaan sejati seharusnya diberikan kepada para pahlawan Allah yang rela memberitakan Injil Tuhan Yesus.
Permintaan Yonatan adalah permintaan karena iman, tetapi tetap tidak menghilangkan prinsip keadilan. Yonatan memohon agar Daud tidak menghabiskan keturunannya yang sangat mungkin dianggap sebagai ancaman bagi takhta Daud. Kita akan lihat dalam perjalanan selanjutnya dari pembacaan kita bahwa seumur hidup Daud menjalankan janji ini. Yonatan meminta Daud untuk tidak bertindak seperti cara raja-raja dunia (termasuk seperti cara Saul), yaitu menghabiskan semua potensi ancaman bagi takhtanya. Jika seorang bangkit dan dia ingin mengambil takhta raja, maka dia akan membunuh raja dan menghabiskan semua keturunan raja sehingga tidak ada lagi ancaman bagi dirinya. Yonatan berharap Daud tidak mengambil tindakan seperti ini, melainkan Daud tetap berlaku adil dan membunuh orang yang melakukan kesalahan setimpal hukuman mati, bukan melakukan pembunuhan tanpa alasan yang jelas. Baik Yonatan maupun Daud meminta hal yang tidak melawan prinsip keadilan. Keduanya sebenarnya akan menjadi raja yang agung dengan prinsip keadilan seperti ini. Daud akan naik takhta dan menjadi raja yang sedemikian. Bagaimana dengan Yonatan? Tuhan tidak memberikan takhta kepada dia karena ayahnya sudah sangat menyakiti hati Tuhan. Tetapi walaupun demikian keagungan karakter Yonatan akan tetap membuat dia menjadi salah satu pemimpin perang dengan jiwa yang agung dan tetap diingat di sepanjang sejarah Israel.
Marilah kita menjaga agar hati kita terus dibentuk oleh keadilan dan kebenaran Tuhan. Kita belajar seperti Daud. Di saat terdesak sekalipun dia hanya meminta supaya dia mendapat perlakuan adil. Dia tidak meminta diberi fasilitas khusus oleh sahabatnya yang adalah anak raja. Begitu juga Yonatan. Dengan imannya dia sudah melihat sang raja Israel di depan dia. Dia tidak meminta hal yang berlawanan dengan keadilan sejati, justru dia meminta Daud mengingat kasihnya dan tidak menghukum keturunannya tanpa alasan. Alkitab sangat menekankan sifat adil dari Allah. Allah yang adil akan mengasihi mereka yang juga memelihara sense keadilan di dalam hatinya. Mari kita selidiki diri kita masing-masing. Adakah hidup kita mencerminkan sense keadilan ini? Waktu kita berbisnis, adakah kita meminta perlakuan adil (dan bukan perlakuan istimewa)? Jika kita dirugikan orang lain, apakah tuntutan kita memang benar-benar memperhatikan keadilankah atau kita hanya ingin balas dendam? Biarlah hidup kita bersih. Bila kita menderita ketidakadilan, mari kejar keadilan yang sejati dan dengan bijak tidak membiarkan diri kita dipermainkan. Tetapi ada kalanya pengejaran keadilan harus berhenti dan kita harus menyerahkannya kepada Allah. Biarlah Allah yang bertindak karena kita tidak lagi mampu memperjuangkan kasus kita lagi. Inilah yang menjadi sifat Daud. “Biarlah Tuhan yang menghukum, bukan tanganku sendiri” (1Sam. 26:9-10). Jikalau kita mendapatkan perlakuan tidak adil dan tidak sanggup membela diri, biarlah kita tetap tenang dan berkata, “hakimku adalah Allah, dan Dia yang akan bertindak bagi saya.” Tetapi jika kita yang meminta fasilitas khusus karena koneksi dengan pejabat, sehingga walaupun salah kita bisa bebas dari hukuman, maka celakalah kita karena Allah akan bertindak menyatakan keadilan yang sejati. 


Powered By Blogger